MPR RI

Pelantikan Tapera (Syarief Hasan): tidak lagi menagih orang

TRIBUNNEWS.COM-Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2020 dan secara resmi merilis Rencana Tabungan Perumahan Rakyat (alias Tapera). Tetapi rencana itu memicu protes karena dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, pemerintah akan memangkas Tapera dan menaikkan upah karyawan publik dan swasta sebesar 3%. Wakil Ketua MPR Syariefuddin Hasan meminta pemerintah menjelaskan kontribusi ini.

“Donasi ini akan bertahan lama untuk menjadi dana besar. Pemerintah harus menjelaskan mekanisme ini,” kata Syarief Hasan dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (6/4/2020). Dia juga bertanya tentang status pekerja swasta yang dipecat selama pandemi Covid-19. Bagaimana dengan karyawan yang sudah memiliki keluarga? “Untuk apa uang itu?” Tanya Syarief Hasan.

— Kita tahu bahwa selain karyawan dan karyawan, pengusaha juga dirugikan oleh pengurangan ini. Karena majikan harus menanggung 0,5% dari pemotongan gaji untuk setiap karyawan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan rencana Tapera akan memberi tekanan pada pengusaha kecil dan menengah yang berjuang untuk mempertahankan stabilitas bisnis selama pandemi Covid-19.

Rencana dan niat pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional. Sebagai asosiasi atau asosiasi dagang di Indonesia, Apindo sangat menentang rencana tersebut. Menurut Syarief Hasan, ketika orang masih berjuang karena pandemi Covid-19, kebijakan Tapera tidak mendesak.

“Anda dapat menggunakan mode lain untuk menghemat perumahan tanpa harus memotong upah karyawan dan membebankan biaya usaha ke perusahaan kecil dan menengah, apalagi menerima pemotongan besar untuk upah karyawan. Pengurangan biaya BPJS pemerintah tak terhindarkan membuat situasi keuangan karyawan Terkena, “dia mengumumkan. -Wakil Ketua Partai Demokrat dari Partai Progresif Demokratik juga menyebutkan bahwa sebagian besar karyawan menggunakan upah untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti konsumsi harian dan pendidikan anak-anak. Jika harga kebutuhan pokok melambung tinggi dan upah karyawan dikurangi dari kontribusi Tapela, situasi ini akan memberi tekanan pada keuangan publik.

Syarief Hasan ingat bahwa Dana Tapera adalah dana besar. Oleh karena itu, organisasi manajemen Tapera harus transparan dan mempertahankan gaya lama dalam pengelolaan sejumlah besar dana. Dia berkata: “Direktur, pengawas, dan karyawan semua menghabiskan uang, sehingga pengelolaan dana ini juga sangat rapuh.” Pemerintah, Syarief melanjutkan Hasan, dan juga harus memperhatikan kenaikan harga real estat. Karena dibandingkan dengan sektor lain, sektor real estat memiliki tingkat inflasi tertinggi. Selain itu, konsep Tapera adalah konsep jangka panjang, dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang, harga rumah akan berlipat ganda secara eksponensial. Dia mengatakan: “Pemerintah harus memperhitungkan ini. Jangan biarkan pemerintah meningkatkan sumbangan karena kenaikan harga rumah.”

Syarief Hasan juga meminta pemerintah untuk mengoordinasikan lembaga yang menyediakan pembiayaan perumahan sehingga tidak ada rencana yang tumpang tindih. Misalnya, Rencana Layanan Tambahan BP Jamsostek (MLT) juga menyediakan fasilitas keuangan rumah dan pembayaran hipotek (KPR). PT Asabri juga menyediakan rencana hipotek bebas bunga (PUM) untuk TNI, Porri, PNS, Departemen Pertahanan, dan PNS Polri, mengurangi tabungan hari tua (THT), pekerjaan asuransi kecelakaan (JKK), asuransi kematian (JKM)), dan pensiun Nilai tunai emas (NTIP). Dia menyimpulkan: “Seharusnya tidak ada rencana tumpang tindih yang berakhir menjengkelkan dan tidak kondusif bagi masyarakat yang dikenakan berbagai pemotongan gaji dan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *