Jakarta, TRIBUNNEWS.COM-Bambang Soesatyo, Ketua Konferensi Permusyawaratan Rakyat Indonesia, mendukung pembentukan pengadilan etika yang menandai berakhirnya proses penegakan etika. Oleh karena itu, setiap keputusan etis yang dibuat oleh berbagai pejabat yang bertanggung jawab untuk menerapkan Kode di berbagai lembaga negara dan organisasi profesi tidak lagi diadili oleh pengadilan biasa. Anda dapat mengajukan banding ke Pengadilan Etika.

“Dasar pembentukan MK dapat mengacu pada Ketetapan MPR No. VI / MPR / 2001 yang mengatur tentang etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut, pada bulan Oktober atau November 2020, MPR RI dan Komite Kehakiman (KY) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan mengadakan Konvensi Nasional kedua tentang Etika Kebangsaan dan Kehidupan Nasional “, kata Bamsoet usai menerima Presiden Kentucky Jaja Ahmad bahwa Presiden DKPP Mohammed Jayus dan Jimly Asshiddiqie, Anggota DPD RI Kantor Istana Kepresidenan. MPR RI, Jakarta, Selasa (20/8/11) – Mantan presiden DPR RI mengatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Sidang Umum 1996 merekomendasikan agar semua negara anggota, termasuk Indonesia, membangun “infrastruktur etis lembaga publik” , Termasuk kode etik dan kode etik lembaga penegak hukum. Lembaga seperti KY, DKPP, Panitia Kehormatan DPR RI (MKD), Panitia Kehormatan (BKD) DPD RI, Komisi Etik Republik Indonesia / Badan Pengawas KPK.
Setiap organisasi profesi juga memiliki etika resmi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kode etik tersebut, seperti Majelis Kehormatan Persatuan Pengacara Indonesia (PERADI), Majelis Etik Kedokteran, Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia, dan Dewan Pers.
“Karena tidak adanya peradilan etika, maka sesuai kode etik masing-masing pelaksana, Mahkamah Agung atau PTUN, kasasi atau mengajukan putusan pengadilan biasa, ditetapkan ada kesalahan moral. Moralitas dan hukum adalah dua hal yang berbeda,” ujarnya. , Dia benar-benar bersalah dalam moral. Selain memperkenalkan Menteri Negara Pendayagunaan Perangkat dan Reformasi Birokrasi, negara juga memperkenalkan berbagai pemimpin etika. Ketua KASN, Ketua Dewan Kehormatan PERADI, Ketua Komite Etik Perhimpunan Notaris Indonesia, Ketua Panitia Pers, Ketua Dewan Kehormatan Partai Politik Parlemen Indonesia, serta kepolisian, kejaksaan dan perintah militer Mahkamah Agung. – “Berkat konvensi ini, kami berharap dapat melahirkan berbagai pemikiran dan pemahaman tentang pentingnya keberadaan moral court. Hal ini mengurangi beban kerja aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan biasa, karena tidak perlu lagi mengkhawatirkan masalah moral. Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi negara pionir yang menerapkan moralitas secara etis secara transparan di dalam negara dan kehidupannya, serta mencatat sejarah baru di dunia. ”